Tidak Mengkafirkan Orang yang Kadang-kadang Tidak Shalat
MAZHAB SYAIKH IBNU UTSAIMIN ADALAH TIDAK MENGKAFIRKAN ORANG YANG KADANG-KADANG TIDAK SHALAT
Pertanyaan
Saya ingin bertanya tentang fatwa Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah tentang orang yang meninggalkan shalat dan hukumnya. Saya membaca tentang fatwa Syekh, bahwa orang yang meninggalkan shalat sama sekali adalah kafir, akan tetapi jika dia meninggalkan sebagian shalat fardhu, maka dia tidak kafir. Aku juga membaca salah satu fatwanya, bahwa orang yang meninggalkan satu shalat saja, maka dia kafir. Misalnya, jika seseorang hendak tidur, lalu dia mengatur alarm jamnya agar terbangun setelah keluarnya waktu shalat Fajar, maka dia kafir. Bagaimana seseorang dianggap kafir karena meninggalkan satu shalat disebabkan malas, tapi tidak kafir dengan meninggalkan sejumlah shalat fardhu karena malas? Ini yang ingin saya mengerti.
Jawaban
Alhamdulillah.
Pertama: Para ulama, yang menganggap kufur orang yang meninggalkan shalat, berbeda pendapat tentang batasan kekufurannya akibat meninggalkan shalat. Sebagian ulama dari mereka berpendapat bahwa orang tersebut tidak kafir kecuali jika dia meninggalkan shalat sama sekali. Adapun yang sekali-kali shalat dan sekali-kali meninggalkannya, maka dia tidak kafir. Sementara yang lain memilih pendapat bahwa orang tersebut dianggap kafir seandainya dia meninggalkan satu shalat saja.
Kedua : Pendapat yang dipilih oleh Syekh Ibnu Utsaimin dari kedua pendapat tersebut adalah pendapat pertama. Beliau tidak berpendapat bahwa orang yang meninggalkan satu atau dua kali shalat sebagai orang kafir. Bahkan batasan seseorang dianggap kafir karena meninggalkan shalat menurut beliau adalah apabila dia meninggalkan shalat sama sekali. Adapun orang yang meninggalkan shalat kadang-kadang, maka menurut Syekh Utsaimin, orang itu tidak kafir.
Beliau rahimahullah berkata, “Sebagian ulama berkata, ‘Seseorang dianggap kafir apabila dia meninggalkan satu kali shalat fardhu. Sebagian lagi berpenedapat, apabila meninggalkan dua kali shalat fardhu. Ada pula yang berpendapat apabila meninggalkan dua kali shalat fardhu, apabila shalat keduanya dapat dijamak dengan shalat pertama.
Maka, (berdasarkan pendapat ini) apabila seseorang meninggalkan shalat fajar, dia menjadi kafir dengan keluar waktunya. Apabila dia meninggalkan shalat Zuhur, dia menjadi kafir dengan keluarnya waktu shalat Ashar.
Yang kuat berdasarkan dalil, orang tersebut tidak dikatakan kafir, kecuali jika dia meninggalkan shalat terus menerus, maksudnya bahwa dia sudah memantapkan diri untuk meninggalkan shalat, dia tidak shalat Zuhur, Ashar, Maghrib, Isya dan Fajar. Maka ketika itu, dia kafir. Jika dia tidak shalat satu atau dua shalat fardhu, maka dia tidak kafir. Karena orang seperti itu tidak layak disebut meninggalkan shalat. Sedangkan Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِرْكِ وَالكُفرِ تَرْكَ الصَّلاة
“Antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan ‘Ash-Shalah’.”
(Ash-Shalat disebutkan dengan menyebutkan “ال”, disebut dengan istilah ma’rifah, salah satu maknanya menunjukkan keumuman dan kemutlakan. Penj.)
Beliau tidak mengatakan:
ترك صلاة
“Meninggalkan shalat”
(Shalat disebutkan tanpa menunjukkan “ال” yang disebut nakirah. Dapat bermakna tunggal. Penj.)
Adapun apa yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda, ” ( من ترك صلاة مكتوبة متعمدا فقد برئت منه الذمة ) Siapa yang meninggalkan shalat fardhu secara sengaja, maka hilanglah tanggungan darinya.” Keshahihan hadits ini diperdebatkan.
Karena tetapnya Islam merupakan asal, tidak boleh dibatalkan kecuali dengan perkara yang yakin. Karena sesuatu yang tetap berdasarkan keyakinan, tidak dapat digugurkan kecuali dengan keyakinan. Asalnya orang tertentu dihukumi muslim, maka tidak boleh dikeluarkan dari Islam yang telah diyakini kecuali dengan dalil yang mengeluarkannya menjadi kufur berdasarkan keyakinan.” [Asy-Syarhul Mumti, Ibnu Utsaimin, 2/27-28]
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah juga pernah ditanya tentang seseorang yang shalat kadang-kadang dan meninggalkannya kadang-kadang. Apakah dia kafir?
Beliau menjawab, “Yang kuat bagiku adalah bahwa dia tidak kafir, kecuali jika dia meninggalkannya secara mutlak, maksudnya tidak shalat sama sekali. Adapun jika dia shalat kadang-kadang, maka dia tidak kafir berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِرْكِ وَالكُفرِ تَرْكَ الصَّلاة
“Antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan ‘Ash-Shalah’.”
(Ash-Shalat disebutkan dengan menyebutkan “ال”, disebut dengan istilah ma’rifah, salah satu maknanya menunjukkan keumuman dan kemutlakan. Penj.)
Beliau tidak mengatakan:
ترك صلاة
“Meninggalkan shalat”
(Shalat disebutkan tanpa menunjukkan “ال yang disebut nakirah. Dapat bermakna tunggal. Penj.)
Hal ini bermakna meninggalkannya secara mutlak. Demikian juga dengan sabdanya,
العهدُ الذي بينَنا وبينَهم الصلاةُ، فمَن تركَها ـ أي الصلاة ـ فقد كفر
“Janji antara kita dengan mereka adalah ‘Ash-Shalah’, siapa yang meninggalkannya, sungguh dia telah kafir.”
Berdasarkan hal tersebut, maka kita katakan, bahwa orang yang meninggalkan shalat kadang-kadang, tidaklah kafir.” [Majmu Fatawa Ibnu Utsaimin, 12/55]
Ketiga: Setelah kami cari, tidak kami temukan satupun fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin yang menunjukkan bahwa beliau berpendapat kufur bagi orang yang meninggalkan shalat sekali. Bahkan yang terkenal dari fatwanya adalah bahwa seseorang dikatakan kufur apabila dia meninggalkan shalat secara mutlak.
Berikut sebagian dari fatwa beliau dalam masalah shalat Fajar.
Beliau ditanya tentang orang yang menunda shalat Fajar hingga matahari terbit. Apakah dia dianggap kafir?
Beliau menjawab : “Orang itu tidak kafir, karena tidak dianggap meninggalkan shalat (secara keseluruhan) akan tetapi dia menganggapnya remeh dan tidak boleh dia melakukan hal seperti itu. Jika dia melakukan hal seperti itu, padahal dia mampu melakukannya pada waktunya, maka tidak diterima shalatnya. Karena kaidah menyatakan, ‘Seluruh ibadah yang memiliki waktu, jika ditinggalkan seseorang hingga keluar waktunya tanpa uzur, maka tidak diterima (jika dia kerjakan di luar waktunya).” [Majmu Fatawa Ibnu Utsaimin, 12/31]
Beliau juga pernah ditanya tentang hukum orang yang meninggalkan shalat Fajar?
Maka beliau menjawab, “Meninggalkan shalat Fajar, jika yang dimaksud adalah meninggalkannya shalat bersama jamaah, maka dia adalah haram dan berdosa. Karena wajib bagi seseorang untuk shalat berjamaah. Jika yang dimaksud adalah bahwa dia tidak shalat sama sekali, atau baru shalat setelah matahari terbit, maka dia dalam bahaya besar. Bahkan sebagian ulama berpendapat kafir bagi orang yang menunda shalat hingga keluar waktu tanpa uzur. Oarng yang seperti itu keadaannya, wajib bertaubat kepada Allah dan bersemangat menghadap Allah dan beribadah kepada-Nya.” [Majmu Fatawa Ibnu Utsaimin, 12/38]
Wallahua’lam.
Disalin dari islamqa
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/5354-tidak-mengkafirkan-orang-yang-kadang-kadang-tidak-shalat.html